Monday, November 14, 2022

Perang di kepalaku ketika aku mencoba untuk balik ke laut

Untuk ketiga kalinya aku menginjakkan kaki ke Pulau Nusa Lembongan, Pulau kecil di bagian Tenggara Pulau Bali. Dan kali ini melalukan perjalanan sendirian di pulau yang semakin ramai dengan turis mancanegara. Dan bertepatan pula pada saat Pelabuhan Sanur khusus penumpang tujuan Nusa Penida, Nusa Lembongan Dan Kepulauan Gili di Lombok telah dioperasikan. 


Perjalanan kali ini tidak sesuai dengan yang direncanakan. Jadwal kapal yang biasanya berangkat pukul 08:30 agak terlambat. Mungkin karena sistem manajemen Pelabuhan Sanur belum sinkron semua. Karena sekarang, sistem check in penumpang untuk masuk ke area dermaga sudah dibatasi dan berganti pola. Tidak lagi seperti sebelumnya saat kapal-kapal cepat di Sanur masih menaikkan penumpang di sepanjang Pantai berpasir di depan counter ticket kapal-kapal di Pantai Bangsal.



Tiba di Lembongan, masih harus turun dari kapal melalui air laut langsung ke Pantai berpasir. Beberapa orang yang berdiri di Pantai bertanya "sewa motor pak?". Aku agak berjalan ke atas baru mengiyakan. Kemudian si bli itu menunjukkan motor yang akan kupakai selama di pulau Nusa Lembongan. 

Setelah memperhatikan kondisi motor sebentar, aku memperhatikan besi panjang yang dilas ke bagian dekat as stang motor. Lalu aku menyusun dan menaikkan barang-barang yang kubawa ke motor itu. Starter, kemudian memacu motor matic tersebut ke Selat Ceningan di Selatan Nusa Lembongan.

Tiba di daerah budidaya rumput laut disana, menemui seorang ibu yang telah bertemu minggu lalu. Si ibu dibantu tiga wanita2 lain disitu sedang sibuk mengikat rumput laut ke Tali ris yang akan digunakan untuk budidaya rumput laut mereka. Aku menyampaikan akan menimbang rumput laut yang telah ditanam minggu lalu, dan sang ibu mempersilahkan. 



Aku melangkahkan kakiku menuruni tangga batu yang  mengarah turun ke laut. Menggunakan GPS yang kubawah, aku menemukan titik pertama petakan budidaya rumput laut yang telah ditandai sebelumnya. Saat itu laut masih agak surut, hanya setinggi lututku. Setelah meletakkan peralatan yang kubawa, aku dengan mudah mengambil sampel rumput lautnya dan menimbangnya. 

Selesai mengukur salinitas, pH, DO, suhu, kecerahan dan kecepatan air laut di petak pertama, aku melihat air laut sudah semakin dalam. Lalu aku kembali menemui ibu tadi untuk meminjam sampannya. "Bisa bawa sampan?", tanya si ibu padaku. "Bisa bu", jawabku. Kemudian si ibu menunjukkan sampan yang boleh kubawa. "Tapi agak bocor sampannya", kata si ibu itu lagi. Aku menjawab "ngga apa-apa bu, asal tidak terlalu besar bocornya".



Aku lalu menuju sampan itu, meletakkan peralatan yang kubawa ke sampan kemudian menggunakan bambu panjang yang di sampan untuk mendorong sampan tersebut. Sambil melihat GPS, aku mengarahkan sampan tersebut ke petak kedua budidaya rumput laut yang telah ditandai.

Awalnya baik-baik dan lancar saja, hingga kemudian air laut makin dalam, gelombang mulai besar dan arus laut semakin kuat. Bunyi gemuruh ombak yang pecah terdengar semakin kuat, panas Matahari mulai semakin terasa menyengat dan kelelahan mulai kurasakan saat mencari coordinate petak kedua, hingga akhirnya...




No comments:

Post a Comment